Para politisi itu, memiliki tugas mulia yang memainkan instrumen kebangsaan. Tentu itu hal yang sangat berat, karena semua orkestra rakyat mesti diaktifkan dan dimainkan dengan profesional agar irama yang dihasilkan tidak membuat telinga pendengar menjadi sakit.
Mereka hadir untuk Negara, kehadiran Negara untuk melindungi segenap rakyatnya, melayani serta menyelamatkan kepentingan rakyat dari keterpurukan, kemiskinan, ancaman, penindasan dan perbudakan.
Pimpinan Negara, harus mampu menjadi dirjen yang jeli dan handal memberi isyarat kepada seluruh pemain orkestra. Memberi contoh terlebih dahulu dan tidak salah dalam meletakkan para pemain.
Yang ahli dalam Gitaris jangan dipaksakan menjadi pemain Sruling, begitu juga dengan pemain Drum, jangan dipaksakan untuk memainkan Biola.
Kunci tidak berubah, disamping piawai dalam memainkan irama seluruh pemain mesti menggunakan perasaan, penghayatan dan menjiwai profesinya masing-masing.
Bunyi suara yang berbeda bukan berarti pertentangan, perselisihan dan bahan untuk perdebatan. Ketidakserasian dalam suara adalah Maha Karya Agung yang melahirkan melody keindahan, kebaikan dan kenikmatan. Instrumen ini, mesti dirawat dan mesti dikembangkan. Karena jika hanya suara Gitaris yang terdengar, maka kesenian akan tidak memiliki nilai.
Symfoni cinta dan kerinduan akan kejayaan Bangsa mesti dikumandangkan oleh Penyanyi yang memiliki suara merdu, profesional dan penuh penghayatan dalam mengumandangkannya.
Negara dan struktur matangnya adalah pelayan rakyat. Ketika peranan Negara dalam memainkan irama baik maka rakyat akan puas mendengarkan sambil menikmati iramanya hingga hanyut terserap dan bersatu. Merekapun (rakyat) akhirnya ikut bernyanyi dan menari dalam kidung cinta kuddus.
Muhammad Mas'ud Silalahi
(Pengasuh Rumah Qur'an).red
Tidak ada komentar:
Posting Komentar